Kode Etik Guru dan Organisasi Profesi Guru


Kode etik guru adalah norma atau asas yang harus dijalankan oleh guru di Indonesia sebagai pedoman untuk bersikap dan berperilaku dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara. 

Pedoman tersebut diharapkan nantinya bisa membedakan perilaku baik atau buruk seorang guru, memilah-milah mana saja hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama menjalankan tugas sebagai seorang pendidik. Keberadaan kode etik ini bertujuan untuk menempatkan sosok guru sebagai pribadi yang terhormat, mulia, dan bermartabat.

Guru sebagai salah satu pilar pelaksana pembangunan khusus pembangunan manusia Indonesia melalui proses pendidikan dituntut untuk memiliki integritas dan kemampuan profesional yang tinggi sehingga dapat berperan aktif serta efektif dalam menghasilkan manusia indonesia yang dapat membangun bangsa dan negara menjadi bangsa yang sejahtera dan berkarakter.

Untuk itu maka guru harus memiliki integritas dan karakter yang baik sehingga dapat menjadi contoh teladan bagi murid-muridnya. Karakter ini diwujudkan etika yang harusnya menjadi kepribadian sehari-hari oleh para guru. Bagi tenaga guru di Indonesia etika tersebut dirumuskan dalam bentuk kode etik yang menjadi pedoman bagi guru Indonesia dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.


Kode Etik Guru

Adapun kode etik jabatan guru adalah sebagai berikut.

  • Guru sebagai manusia Pancasilais hendaknya senantiasa menjunjung tinggi dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
  • Guru sebagai pendidik hendaknya bertekad untuk menciptakan anak-anak dan jabatannya, serta selalu menjadikan dirinya suri teladan bagi anak didiknya.
  • Setiap guru berkewajiban selalu menyelaraskan pengetahuan dan meningkatkan kecakapan profesinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan tersebut.
  • Setiap guru diharapkan selalu memperhitungkan masyarakat sekitarnya, sebab pada hakekatnya pendidikan itu merupakan tugas pembangunan dan tugas kemanusiaan.
  • Setiap guru berkewajiban meningkatkan kesehatan dan keselarasan jasmaniahnya, sehingga berwujud penampilan pribadi yang sebaik-baiknya. Agar dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
  • Di dalam hal berpakain dan berhias, seorang guru hendaknya memerhatikan norma-norma, estetika dan sopan santun.
  • Guru hendaknya bersikap terbuka dan demokratis dalam hubungan dengan atasan dan sanggup menempatkan dirinya sesuai dengan hierarki kepegawaian.
  • Jalinan hubungan antara seorang guru dengan atasannya hendaknya selalu diarahkan untuk meningkatkan mutu dan layanan pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama.
  • Setiap guru berkewajiban untuk selalu memelihara semangat korps dan meningkatkan rasa kekeluargaan dengan sesama guru dan pegawai lainnya.
  • Setiap guru hendaknya bersikap toleran dalam menyelenggarakan setiap persoalan yang timbul atas dasar musyawarah dan mufakat demi kepentingan bersama.
  • Setiap guru dalam pergaulan dengan murid-muridnya tidak dibenarkan mengaitkan persoalan politik dan ideologi yang dianutnya, baik secara langsung dan tidak langsung.
  • Setiap guru hendaknya mengadakan hubungan yang baik dengan instansi, organisasi atau perseorangan dalam menyukseskan kerjanya.
  • Setiap guru berkewajiban untuk berpartisipasi dalam melaksanakan program dan kegiatan sekolah.
  • Setiap guru berkewajiban memakai peraturan-peraturan dan menekankan adat istiadat setempat secara fleksibel.


Selanjutnya Persatuan Guru Republik Indonesia dalam kongres PGRI XVI tahun 1989, telah merumuskan KODE ETIK GURU INDONESIA yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari kode etik jabatan guru di atas.

Kode Etik Guru Republik Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Republik Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.

Kode etik guru bersumber dari nilai-nilai agama dam Pancasila, nilai-nilai kompetensi pedagogik, nilai kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Di samping itu, kode etik juga bersumber dari nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial dan spiritual.

Oleh sebab itu, guru Republik Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan mendomani dasar-dasar kode etik guru Indonesia. Berdasarkan hasil kongres XX PGRI di Palembang tahun 2008, ditetapkan kode etik guru Indonesia sebagai berikut:

1. Hubungan guru dengan peserta didik

  1. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
  2. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah dan anggota masyarakat.
  3. Guru mengakui bahwa setiap pesrta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masing berhak atas layanan pembelajaran.
  4. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses pendidikan.
  5. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
  6. Guru menjamin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang diluar batas kaedah pendidikan.
  7. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat memengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
  8. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuan untuk berkarya.
  9. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas dan tidak sekali-kali meremehkan martabat peserta didiknya.
  10. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didik secara adil.
  11. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
  12.  Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
  13. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan dan keamanan.
  14. Guru tidak membuka rahasia pribadi  peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan dan kemanusiaan.
  15. Guru tidak menggunakan hubungan dan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral dan agama.
  16. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

 2. Hubungan guru dengan orangtua/wali murid

  1. Guru berusaha membina hubungan kerja sama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
  2. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peseta didik.
  3. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/wali siswanya.
  4. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
  5. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
  6. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi dengannya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
  7. Guru tidak melakuakan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali murid untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.


3. Hubungan guru dengan masyarakat

  1. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
  2. Guru mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
  3. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat.
  4. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
  5. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
  6. Guru memberikan pendapat profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral dan kemanusiaan dalam hubungan dengan masyarakat.

Organisasi Profesi Guru

Sejak era Kolonial, para guru memiliki semangat yang tinggi untuk berserikat dan memperjuangkan pendidikan di Indonesia. Hal ini terbukti dengan terbentuknya Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada 1912. Anggota organisasi tersebut adalah Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah yang berasal dari berbagai daerah dengan latar belakang yang berbeda.

Akibat kesenjangan sosial antara satu guru dengan guru lainnya, maka mulai tumbuhlah banyak organisasi lain di luar PGHB seperti Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), hristelijke Onderwijs Vereneging (COV), dan lainnya. Seiring bergulirnya roda revolusi, para guru pribumi terdorong untuk memperjuangkan persamaan hak dan strata sosial dengan guru Belanda.

Setelah perjuangan panjang, kepala HIS yang semula selalu di jabat orang Belanda, satu per satu di genggam oleh warga pribumi. Fokus perjuangan guru pun berubah dari sekedar memperjuangkan nasib sendiri menjadi memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Hal ini di simbolkan secara jelas dengan perubahan nama organisasi Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).

Tindakan berani ini tentu saja tidak di sukai oleh pemerintah Kolonial. Peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang menghantam keras pendidikan di Hindia Belanda. Selama menduduki Indonesia, pemerintah Nippon menutup sekolah-sekolah dan melarang segala aktifitas PGI.

 

Proklamasi Dan Kemerdekaan PGRI

Titik terang mulai terlihat kala Proklamasi terproklamirkan pada 1945. Akhirnya PGRI bangkit kembali dan segera menyelenggarakan Kongres Guru Indonesia pertamanya pada 24-25 November 1945 di Surakarta.

Pada hajatan besar inilah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) terdeklarasikan.

Di tengah gonjang ganjing perpolitikan Indonesia pasca proklamasi, para guru berikrar untuk mengisi kemerdekaan dengan tujuan:

  1. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
  2. Meningkatkan pendidikan dan pengajaran Indonesia sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
  3. Membela hak dan nasib buruh, khususnya guru.

Kini PGRI telah terkenal di dunia internasional dengan menjadi anggota Education International dan berafiliasi dengan ASEAN Council of Teachers (ACT).

Organisasi ini juga di lengkapi dengan lembaga konsultasi dan bantuan hukum bagi para anggotanya, lembaga kajian kebijakan pendidikan, dan perangkat lainnya untuk menunjang profesi guru. Organisasi ini juga aktif memberikan bantuan kepada guru di daerah 3T, memberikan pendidikan berbagai isu bagi masyarakat. Menyelenggarakan event yang mengasah bakat dan kompetensi siswa, serta program-program lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat.

 

Fungsi Organisasi Profesi Keguruan

Pasal 41 Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan fungsi organisasi profesi keguruan sebagai: “Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independent dan berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan dan pengabdian kepada masyarakat.” Selain yang amanat oleh aturan Perundangan, fungsi organisasi profesi keguruan dapat terjabarkan pula sebagai berikut:


Fungsi Pemersatu

Dengan berserikat dan menyatukan kekuatan, guru diharapkan dapat memiliki kewibawaan. Dan power untuk mengarahkan kebijakan yang berkaitan dengan profesinya. Selain itu, dengan bersatu, guru dapat melindungi dan memperjuangkan kepentingan sesamanya serta masyarakat pengguna jasa keguruan.

 

Fungsi Peningkatan Kompetensi Profesional

Hal ini secara eksplisit terjabarkan dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi: “Tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat, dan kesejahteraan tenaga kependidikan”. Berlandaskan penjelasan di atas, maka bisa kita simpulkan organisasi. Bahwa profesi keguruan kita harapkan tidak hanya berfungsi sebagai kendaraan untuk memajukan profesi guru. Namun juga berkontribusi positif bagi masyarakat melalui berbagai program.


Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Kode Etik Guru dan Organisasi Profesi Guru"

Post a Comment